May 27, 2021

MENINGKATKAN KEWASPADAAN DISAAT MUSIM KEMARAU



Kalau kita menengok  setahun ke belakang, yaitu tahun 2016, hampir tidak mengalami musim kemarau. Hujan turun hampir setiap hari dengan intensitas yang cukup tinggi, hingga di beberapa daerah menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor. Hal ini terjadi sampai menjelang pertengahan tahun 2017.
Kini dipertengahan tahun 2017, tepatnya dibulan Mei, tanda-tanda untuk memasuki musim kemarau sudah mulai terasa. Angin kering berhembus semilir, sementara suhu udarapun mulai terasa ada peningkatan. Kalau kita kebetulan tinggal diperkampungan yang memiliki banyak kolam ikan atau sumur gali, maka kolam ikan dan sumur gali tersebut airnya sudah mulai menyusut. Begitu pula kalau kita memasuki hutan atau perladangan milik masyarakat, maka di bawahnya terhampar serasah kering yang mudah terbakar.
Sejalan dengan itu menurut Drs.R. Mulyono Rahadi Prabowo, M.Sc menegaskan prakiraan awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan dimulai pada bulan Mei-Juni-Juli 2017. Hal ini tentunya menuntut kita untuk selalau waspada terhadap tejadinya kebakaran hutan maupun lahan. Kejadian ditahun-tahun sebelumnya dimana Indonesia disebut sebagai penyuplai kabut asap bagi negara tetangga jangan sampai terulang lagi.
Untuk mewaspadai terjadinya kebakaran hutan dan lahan, ada baiknya kita mengetahui komponen-komponen penyebabnya. Ada tiga komponen penyebab tejadinya kebakaran hutan dan lahan yang lebih dikenal dengan istilah segi tiga api, yaitu adanya oksigen (O2), bahan bakar (serasah) dan api. Apabila ketiga komponen ini berada pada satu tempat yang sama dan dalam waktu yang sama, maka dapat dipastikan akan terjadi kebakaran. Oleh karena itu kita harus berusaha untuk memisahkan minimal salah satu dari ketiga komponen tersebut.
Keberadaan oksigen di alam terbuka tidaklah mungkin dipisahkan atau diisolasi. Yang memungkinkan untuk dipisahkan adalah api dan serasah hutan. Oleh karena itu bagi para petani  yang akan membuka lahan pertanian, alangkah baiknya jika serasah atau semak-semak yang dibersihkan itu dikumpulkan ditempat tertentu seperti di dalam saluran teras untuk kemudian dibiarkan sampai mengalami proses dekomposisi/penghancuran. Pada saat musim pengolahan lahan berikutnya, serasah yang sudah terdekomposisi tadi bisa disebarkan bersamaan dengan pengolahan tanah dan berfungsi sebagai pupuk organik. Inilah yang dikenal dengan istilah mulsa vertikal.
Selain itu dihimbau pula kepada para pemilik lahan atau siapapun yang akan memasuki kawasan hutan dimusim kemarau, untuk tidak melakukan hal-hal sebagai berikut :
-     Membuang puntung rokok yang apinya masih menyala, karena sekecil apapun percikan api ketika mengenai serasah hutan yang kering kemudian tertiup angin kencang, maka kemungkinan api akan membesar dan akan menimbulkan kebakaran.
-     Meninggalkan api unggun sebelum apinya dimatikan/dipadamkan.
-     Membuka lahan/ladang pertanian dengan cara membakar. Hal ini selain menimbulkan polusi udara juga membutuhkan pengawasan yang ekstra. Para petani/peladang kadang mengabaikan masalah pengawasan ini hingga api akhirnya merembet kemana-mana. Sistem ini sebetulnya juga sangat merugikan para petani karena jasad renik atau mikrobiologi tanah yang berguna untuk dekomposisi bahan organik ikut musnah yang akhirnya lahan tidak subur lagi.
Demikianlah  sharing saya tentang meningkatkan kewaspadaan disaat musim kemarau. Saya Adhari mengucapkan semoga tulisan ini bermanfaat

Jumlah Pengunjung

HALAMAN MANDIRI