Kalau
kita menengok setahun ke belakang, yaitu
tahun 2016, hampir tidak mengalami musim kemarau. Hujan turun hampir setiap
hari dengan intensitas yang cukup tinggi, hingga di beberapa daerah menimbulkan
bencana banjir dan tanah longsor. Hal ini terjadi sampai menjelang pertengahan
tahun 2017.
Kini
dipertengahan tahun 2017, tepatnya dibulan Mei, tanda-tanda untuk memasuki
musim kemarau sudah mulai terasa. Angin kering berhembus semilir, sementara suhu
udarapun mulai terasa ada peningkatan. Kalau kita kebetulan tinggal
diperkampungan yang memiliki banyak kolam ikan atau sumur gali, maka kolam ikan
dan sumur gali tersebut airnya sudah mulai menyusut. Begitu pula kalau kita memasuki
hutan atau perladangan milik masyarakat, maka di bawahnya terhampar serasah kering
yang mudah terbakar.
Sejalan
dengan itu menurut Drs.R. Mulyono Rahadi Prabowo, M.Sc menegaskan prakiraan
awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan dimulai pada bulan
Mei-Juni-Juli 2017. Hal ini tentunya menuntut kita untuk selalau waspada
terhadap tejadinya kebakaran hutan maupun lahan. Kejadian ditahun-tahun
sebelumnya dimana Indonesia disebut sebagai penyuplai kabut asap bagi negara
tetangga jangan sampai terulang lagi.
Untuk
mewaspadai terjadinya kebakaran hutan dan lahan, ada baiknya kita mengetahui
komponen-komponen penyebabnya. Ada tiga komponen penyebab tejadinya kebakaran
hutan dan lahan yang lebih dikenal dengan istilah segi tiga api, yaitu adanya
oksigen (O2), bahan bakar (serasah) dan api. Apabila ketiga komponen ini berada
pada satu tempat yang sama dan dalam waktu yang sama, maka dapat dipastikan
akan terjadi kebakaran. Oleh karena itu kita harus berusaha untuk memisahkan
minimal salah satu dari ketiga komponen tersebut.
Keberadaan
oksigen di alam terbuka tidaklah mungkin dipisahkan atau diisolasi. Yang
memungkinkan untuk dipisahkan adalah api dan serasah hutan. Oleh karena itu bagi
para petani yang akan membuka lahan
pertanian, alangkah baiknya jika serasah atau semak-semak yang dibersihkan itu
dikumpulkan ditempat tertentu seperti di dalam saluran teras untuk kemudian
dibiarkan sampai mengalami proses dekomposisi/penghancuran. Pada saat musim
pengolahan lahan berikutnya, serasah yang sudah terdekomposisi tadi bisa
disebarkan bersamaan dengan pengolahan tanah dan berfungsi sebagai pupuk
organik. Inilah yang dikenal dengan istilah mulsa vertikal.
Selain
itu dihimbau pula kepada para pemilik lahan atau siapapun yang akan memasuki kawasan
hutan dimusim kemarau, untuk tidak melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Membuang
puntung rokok yang apinya masih menyala, karena sekecil apapun percikan api
ketika mengenai serasah hutan yang kering kemudian tertiup angin kencang, maka
kemungkinan api akan membesar dan akan menimbulkan kebakaran.
- Meninggalkan
api unggun sebelum apinya dimatikan/dipadamkan.
- Membuka
lahan/ladang pertanian dengan cara membakar. Hal ini selain menimbulkan polusi
udara juga membutuhkan pengawasan yang ekstra. Para petani/peladang kadang
mengabaikan masalah pengawasan ini hingga api akhirnya merembet kemana-mana. Sistem
ini sebetulnya juga sangat merugikan para petani karena jasad renik atau
mikrobiologi tanah yang berguna untuk dekomposisi bahan organik ikut musnah
yang akhirnya lahan tidak subur lagi.
Demikianlah sharing
saya tentang meningkatkan kewaspadaan disaat musim kemarau. Saya Adhari
mengucapkan semoga tulisan ini bermanfaat